Minggu, 25 Mei 2008

Mengelempokan 4 Aliran Filsafat Pendidikan

4 Aliran Filsafat Pendidikan:

1. Perennialisme

(a) Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.

(b) Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.

(c) Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta.

(d) Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami.

(e) Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang mungkin.

(f) Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal.

(g) Memiliki dua corak:

(1) Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional.

(2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

2. Esensialisme

(a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya.

(b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.

(c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.

(d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.

(e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.

(f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.

(g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.

3. Progresivisme

(a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.

(b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.

(c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.

(d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.

(e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai.

(f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi.

(g) Bercorak student-centered.

(h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.

(i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.

4. Rekonstruksionisme

(a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan.

(b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.

(c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan.

(d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.

(e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.

(f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).

5. Eksitensialisme

(a) Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik.

(b) Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya.

(c) Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya.

(d) Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah.

(e) Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid.

(f) Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

6. Behavioral Engineering (Rekayasa Perilaku)

(a) Kehendak bebas adalah ilusi (Free-will is illusory).

(b) Percaya bahwa sikap manusia kebanyakan merefleksikan tingkah laku dan tindakan yang terkondisikan oleh lingkungan.

(c) Memakai metode pengkondisian sebagai cara untuk mengarahkan sikap manusia.

(d) Pendidik perlu membangun suatu lingkungan pendidikan dimana individu didorong melalui ganjaran dan hukuman untuk kebaikan mereka dan orang lain.

Senin, 05 Mei 2008

Jawaban Tugas yang ke-3

A.Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan:

1)Kita dapat memahami psikologi anak dan bagaimana cara kita para calon guru untuk merangkul mereka agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Selain itu, kita juga bisa mendeteksi permasalahan-permasalahan psikologis yang terjadi di lapangan pendidikan. Sedangkan bagi diri pribadi (calon guru) dapat menguasai diri pribadinya dan terampil dalam mengatasi permasalahan-permasalahan kependidikan.

2) a. Motivasi
Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang mantab serta diakibatkan oleh pengalaman. Belajar adalah suatu hal yang membedakan antara manusia dan binatang. Ada banyak perilaku perubahan pengalaman, serta dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar. Para ahli pendidikan dan psikolog sependapat bahwa motivasi amat penting untuk keberhasilan belajar.
Pembahasan motivasi belajar tidak bisa terlepas dari masalah-masalah psikologi dan fisiologi, karena keduanya ada saling keterkaitan. Yang perlu di pahami dalam Prinsip-prinsip motivasi belajar adalah sebagai berikut:
 Memuji lebih baik daripada mencela.
Perlu diketahui bahwa manusia cenderung akan mengulangi perbuatan yang mendapat pujian atau apresiasi dari pihak lain
 Memenuhi kebutuhan psikologi
 Motivasi intrinsik lebih efektif daripada ekstrinsik
 Keserasian antara motivasi
 Mampu manjelaskan tujuan pembelajaran
 Menumbuhkan perilaku yang lebih baik
 Mampu mempengaruhi lingkungan
 Bisa diaplikasikan dalam wujud yang nyata.
Dalam proses pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar melibatkan pihak-pihak sebagai berikut.
1. Siswa
Siswa bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri untuk meningkatkan motivasi belajar pada dirinya agar memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Motivasi berupa tekad yang kuat dari dalam diri siswa untuk sukses secara akademis, akan membuat proses belajar semakin giat dan penuh semangat.
2. Guru
Guru bertanggungjawab memperkuat motivasi belajar siswa lewat penyajian bahan pelajaran, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi dengan siswanya. Dalam hal ini guru dapat melakukan apa yang disebut dengan menggiatkan anak dalam belajar. Usaha-usaha yang digunakan dalam mengiatkan adalah :
a. Mengemukakan pertanyaan
b. Memberi ganjaran
c. Memberi hadiah
d. Memberi hukuman/sanksi
Kreativitas serta aktivitas guru harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswanya. Sehingga siswa akan lebih terpacu motivasinya untuk belajar, berkarya, dan berkreasi.
3. Orang tua atau keluarga dan lingkungan
Tugas memotivasi belajar bukan hanya tanggungjawab guru semata, tetapi orang tua juga berkewajiban memotivasi anak untuk lebih giat belajar. Selain itu motivasi sosial dapat timbul dari orang-orang lain di sekitar siswa, seperti dari tetangga, sanak saudara, atau teman bermain.
Fungsi keluarga adalah sebagai motivasi utama bagi peserta didik, karena memiliki intensitas yang lebih tingi untuk menanamkan motif-motif tertentu bagi proses pembelajaran anak.
Hal paling mendasar yang digunakan sebagai motivasi dasar dalam islam adalah, pentingnya menanamkan unsur-unsur ideologi dalam proses pembelajaran, sehingga dalam proses perjalanan pembelajaran siswa tidak mengalami kegoncangan jiwa yang bisa menghambat hasil dari pendidikan itu sendiri.
b. Perasaan
M.Scholer membedakan 4 taraf perasaan :
a. Perasaan penginderaan, yaitu perasaan-perasaan yang bertalian dengan perangsangan-perangsangan alat indera (sakit, bau, suhu, dan sebagainya).
b. Perasaan vital, misalnya rasa lemas, segar, tertekan, sesak.
c. Perasaan psikis, seperti : senang/sedih dalam menghadapi suatu peristiwa, kagum, dan sebagainya.
d. Perasaan pribadi/diri, yaitu perasaan-perasaan yang erat sekali pertaliannya dengan harga diri pribadi, misalnya perasaan terkucil, rasa aman, dan sebagainya.
c. Ingatan
Tertinggalnya bekas-bekas kenangan yang lampau, meskipun tidak selalu ada secara sadar, namun masih dapat ditimbulkan kembali dalam kesadaran, inilah yang merupakan esensi dari apa yang kita sebut ingatan.
d. Fantasi
Fantasi sering disamakan orang dengan istilah khayal, akan tetapi dalam psikologi istilah fantasi diartikan lebih luas dari pada khayal.
Fantasi ialah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang sudah ada pada diri kita, jadi ciri khas dari gejala jiwa ini adalah unsur menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa. Ciptaan-ciptaan baru yang terjadi oleh fantasi ini dapat berupa kreasi-kreasi atau kesan-kesan baru tentang sesuatu yang sifatnya disadari atau kurang/tidak disadari oleh orang yang bersangkutan.
e. Perhatian
Sifat dan jenis perhatian :
a. Perhatian yang konsentratif, dalam hal ini perhatian kita terpusat pada satu objek, terbatas.
b. Perhatian yang statis, yaitu dengan suatu perangsangan saja sudah dapat menimbulkan perhatian dalam waktu yang cukup lama tercurah pada suatu objek/kesibukan saja.
c. Perhatian yang pasif, dalam hal ini (diluar kehendak kita) kita tertarik pada suatu objek.
f. Pengamatan
Pengamatan adalah aktivitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenali rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat-alat inderanya, dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia/individu mengenali millieu hidupnya.
g. Tanggapan
Tanggapan ialah bayangan/kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati/kenali. Selama tanggapan-tanggapan itu berada dalam bawah sadar, kita sebut : tanggapan latent, sedangkan tanggapan-tanggapan yang berada dalam kesadaran kita, disebut : tanggapan aktuil.

B.Pakar Psikologi

a) William James
A. Sketsa Kehidupan William James

William James dilahirkan di New York pada tanggal 11 Januari 1842 dan
dibesarkan dalam suatu keluarga yang gemar berdiskusi mengenai
berbagai masalah, terutama yang mendorong pemikiran bebas. Ayahnya,
Henry James adalah seorang pemikir orisinil. Ia telah membina
putranya dengan penuh perhatian dan memberikan bekal berbagai
pengetahuan. Sejak kecil, William James telah menziarahi banyak
negara Eropa dengan berbagai lembaga pendidikannya, baik yang
terdapat di Inggris, Swiss, Perancis, maupun yang ada di Jerman.
William James telah memulai kegiatan akademiknya di Harvard dengan
mempelajari ilmu kedokteran. Kemudian, ia mempelajari fisika,
psikologi dan filsafat. Tentu saja ketika itu William James masih
berada di bawah pengaruh langsung pemikir-pemikir Universitas Harvard.

Ketika studinya selesai, William James menjadi dosen di Harvard dalam
bidang kedokteran, psikologi dan kemudian juga filsafat. Ia bergumul
dengan persoalan-persoalan: Apakah arti menjadi manusia dan sejauh
mana manusia itu merdeka? Bagaimana pikiran-pikiran itu mempengaruhi
manusia?

Selain di Amerika. Willian James juga mengajar di Inggris, Oxford dan
Edinburgh. Ia sekaligus seorang seniman dan pemikir tentang Tuhan.
Disamping itu, James dapat disebut sebagai tokoh pertama yang
mempopulerkan pragmatisme dan sekaligus menjadikannya sebagai mazhab
filsafat yang hampir dapat dijadikan tumpuan dan pegangan kebanyakan
orang Amerika.

Karangan-karangan James berisikan pokok-pokok pemikiran mengenai
berbagai isu filosofis yang berkembang subur pada masanya. Beberapa
diantaranya yang populer menyangkut arti kebenaran, prinsip-prinsip
psikologi, kemauan untuk percaya, dan sebagainya.

Tak lama kemudian, psikologi telah membawa James ke alam filsafat
sehingga ia beralih mempelajari banyak problematika agama dan
metafisika. Maka, terbitlah karya besarnya, "Kemauan Untuk
Percaya" (The Will to Believe) tahun 1897, serta "Aneka Ragam
Pengalaman Keagamaan" (The Varieties of Religious Experiences) tahun
1902. Kemudian pada tahun 1907, terbitlah bukunya yang terkenal,
Pragmatism. James juga telah membukukan karya ilmiahnya tentang
problematika filsafat dengan judul "Arti Kebenaran" (The Meaning of
the Truth) tahun 1909 dan "Dunia Plural" (Pluralistic Universe) tahun
1909.

William James menjadi dosen filsafat di Universitas Harvard selama
kurang lebih 31 tahun dan meninggal dunia tahun 1910, setelah
filsafat Pragmatismenya tersebar luas di Amerika dan Eropa. Buku-
bukunya yang diterbitkan setelah ia meninggal adalah: Some Problems
in Philoshophy (1911) dan Essays in Radical Empirism (1912).

Pengaruh William James terhadap tokoh-tokoh seperti Niels Bohr dan
Bertrand Russel begitu besar, terutama pada ajarannya yang menyangkut
dinamisme alam. Tidak hanya berkat tulisan-tulisannya, namun juga
cara hidupnya, filsafat pragmatisme menjadi populer. Tanpa
pragmatisme, melalui tokoh seperti James, dan berikutnya Pierce serta
Dewey, maka seluruh kehidupan intelektual pada abad XX, khususnya di
Amerika akan sukar dibayangkan.

b) John Dewey
alam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. (Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme).
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan, bisa melahirkan orang-orang kritis dan kreatif. Akan Tetapi di sisi lain, ia pun memiliki fungsi untuk memperkuat dan melestarikan fungsi masyarakat yang timpang. Di poin inilah kemudian terjadi tarik menarik antara kekuatan yang mendorong pada perubahan dengan kekuatan yang mempertahankan status quo untuk tetap eksis. Manakah dari dua hal ini yang akan lebih kuat pengaruhnya?

Ada banyak tafsiran yang kadang-kadang kita temukan berbeda, kalau kita pahami itu sebagai entitas dari fenomena sosial, hal ini akan banyak bergantung pada sistem ekonomi dan politik yang mengelilingi pendidikan itu. Bila sistem ekonomi dan politik menunjukkan adanya ketimpangan maka fungsi pendidikan cenderung akan melestarikan ketimpangan itu sendiri, karena kebijakan dan praktek pendidikan akan banyak diisi dan dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan kelompok dominan yang menduduki posisi ekonomi dan politik di lapisan atas. Atau, kalaupun dari sistem pendidikan itu dapat muncul orang-orang yang kritis, daya kritisnya untuk melakukan perubahan akan mandul,kadang-kadang membutuhkanwaktu cukup lama.

Realitas ini, menjadi perlu untuk selalu di diskusikan sesering mungkin untuk mencari alternatif tentang konsep pendidikan dari para pemikir yang sekiranya cocok untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemikiran ini. Salah satu konsep dan pemikiran yang dirasa cocok dengan hal tersebut dan akan dibahas di sini adalah konsep pendidikan menurut John Dewey. Secara umum, deskripsi-deskripsi Dewey tentang peserta didik sebagai pengukur aktif tujuan-tujuan mereka sendiri telah dapat diterima secara luas. Apalagi, penolakan Dewey terhadap keabsolutan dan pertanyaan tentang kepastian dalam epistemologi menduduki posisi yang dominan dalam pemikiran masa kini. Keteguhannya tentang partisipasi peserta didik sebagai bentuk demokrasi sesuai dengan usianya sangat sejalan dengan semangat perubahan dan akan melahirkan orang-orang yang kritis dan kreatif. Pemikiran yang kritis dalam membaca suatu realitas akan melahirkan teori baru. Dengan banyaknya kasus di wilayah pendidikan saat ini setelah pemerintahan Orde Baru, maka pemnulis mencoba untuk mencari formulasi konsep dalam Perspektif Filosofis.
Apa yang saya lakukan, bukan untuk mencari jalan tengah dari perbedaan pendapat tentang pemikiran John Dewey akan tetapi Artikel ini akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam tulisan kali ini yakni, sebagai seorang filsuf, bagaimana konsep tentang pendidikan menurut John Dewey dan sumbangan apa yang bisa diberikan oleh konsep tersebut terhadap pendidikan, khususnya dalam upaya melahirkan orang-orang yang memiliki daya kritis dan inofatif terhadap perubahan.Tidak banyak yang kita rumuskan tetapi dalam tulisan ini bertujuan untuk memahami secara komprehensif pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Selain itu ingin dipahami juga kontribusi yang bisa diberikan Dewey terhadap dunia pendidikan dan seberapa pentingnya tulisan ini membantu kita untuk menganalisa lebih jauh secara filosofis dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang.Mekipun artikel yang menulis tentang Dewey sudah banyak tetapi Secara umum terdapat banyak penelitian tentang John Dewey masih sebatas melihat pada sisi filsafat saja. Hasil penelitian Brumbaugh dan Lawrence (1963) menyebutkan bahwa Dewey hampir-hampir tidak membedakan pemikiran filsafatnya dengan teori pendidikannya. Konsep Dewey tentang pendidikan diwarnai oleh pemikiran tentang pendidikan yang progresif, dimana pertumbuhan, perkembangan, evolusi, kemajuan, dan perbaikan merupakan elemen-elemen untuk menjadikan pendidikan yang progresif. Pemikiran inilah yang membawanya menjadi salah satu konseptor tentang pedidikan kontemporer, dimana dalam konsep ini pula gagasan filosofi Dewey nampak dan disebutnya sebagai the experimental continum, atau penyelidikan yang berkelanjutan. Dalam konsep tersebut terlihat adanya hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, yang dalam lingkup pendidikan digambarkan sebagai proses sosial. Brumbaugh dan Lawrence (1963) juga mengemukakan tentang teori umum pendidikan dari pemikiran Dewey, yang disebutkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses pembentukan fundamental atas disposisi intelektual dan emosional seseorang.Sisi lain dari hasil penelitiannya pemikir lain yang bernama Whitehead juga menyatakan setuju dengan beberapa pemikiran Dewey tentang pendidikan. Whitehead menekankan bahwa pengetahuan datang dari konflik atau gesekan antar manusia yang terpecahkan. Dalam hal ini manusia belajar tatkala terjadi persoalan-persoalan yang memerlukan pemecahan. Menurut Whitehead, Dewey yang memperoleh inspirasi dari Aristotle bahwa bentuk yang kompleks muncul dari sesuatu yang kecil dan individual yang alami. Menurutnya naturalisasi pendidikan Dewey adalah bentuk pendidikan untuk masyarakat, dimana baik Dewey maupun Rousseau menginginkan manusia hidup sesuai dengan kodrat, tetapi kodrat disini didalamnya termasuk dan melibatkan masyarakat yang kompleks, yang cenderung pada adanya kompleksitas lebih dari sekedar sesuatu yang bersifat sederhana. Lebih lanjut Whitehead berpendapat bahwa naturalisasi Dewey bersifat evolusioner dan pragmatis, yang didalamnya terkandung gagasan evolusi, pertumbuhan, dan perkembangan manusia.Satu hal lain, Noddings (1997) lebih tegas dalam membedah pemikiran Dewey pada beberapa hal. Pertama, ia mengelompokkan pemikiran Dewey sebagai filsuf naturalistik yang menjelaskan segala sesuatu dari fenomena alam dari obyek-obyek dan kejaduan-kejadian yang dapat diterima oleh perasaan manusia, dan menolak hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber supranatural, bahkan menolak definisi Tuhan dalam gagasan-gagasan, rencana, dan tindakan manusia. Dewey sangat percaya pada metode-metode ilmu pengetahuan dan mendesak penggunaannya dalam setiap bagian dari aktivitas manusia.Kedua, Noddings (1998) juga berpendapat bahwa Dewey sering mengemukakan dua hal yang ekstrim, sebagaimana disebutkan dalam bukunya yang berjudul experience and education. Dalam buku ini ia menyebutkan dua hal yang berlawanan. Di satu pihak Dewey mempertentangkan antara pendidikan lama dan baru, tetapi di sisi yang lain ia tidak secara khusus mengemukakan yang baru tersebut.

c) L. Thorndike
Edward L. Thorndike dilahirkan di Williamsburg, Massachusetts tahun 1874. Universitas Wesleyen dan Universitas Harvad merupakan dua perguruan tinggi yang banyak mewarnai ide-ide psikologi Thorndike. Dalam setiap eksperimennya, Thorndike mempergunakan hewan-hewan —terutama kucing— untuk mengetahui fenomena belajar. Seekor kucing lapar dalam sangkar kotak jeruji dengan peralatan lengkap eksperimen yang disebut instrumental conditioning (yang berarti tingkah laku yang dipelajari) berfungsi sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki (Hintzman, 1978).

a. Teori Koneksionisme Thorndike

Hasil Eksperimen Thorndike dikenal sebagai teori belajar koneksionisme (Muhibbin Syah, 2000 : 105). Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus (yaitu yang berupa rangsangan seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera), dengan respon (yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan). Oleh karena itu, teori ini juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Menurut teori ini, perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati. Thorndike juga merumuskan beberapa hukum dalam belajar yaitu : pertama, motivasi (misalnya rasa lapar, rasa ingin dihargai, ingin pandai) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar. Kedua, low of effect; artinya jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan maka hubungan antara stimulus dan respons semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (menganggu) efek yang dicapai respon, semakin lemah pula hubungan stimulus dan respons tersebut.
Selain itu, Thorndike juga membuat hukum belajar lainnya yaitu law of readiness (hukum kesiap-siagaan) dan law of exercise (hukum latihan). Low of readiness pada prinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme berasal dari pendayagunaan satuan perantara (conduction units). Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Hukum ini menurut Reber (1988) hanya bersifat spekulatif dan historis. Law of exercise merupakan generalisasi atas law of use dan law of disue. Maksudnya jika perilaku (perubahan hasil belajar) sering dilatih atau digunakan maka eksistensi prilaku tersebut akan semakin kuat (law of use). Sebaliknya, jika prilaku tadi tidak sering dilatih atau digunakan maka akan terlupakan atau sekurang-kurangnya menurun (law of disuse).

b. Aplikasi Teori Thorndike dalam dunia pendidikan dan pengajaran
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah dan praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu tujuan pendidikan, tahu apa yang hendak diajarkan artinya tahu materi apa yang harus diberikan, respons yang akan diharapkan dan tahu kapan “hadiah” selayaknya diberikan kepada peserta didik. Ada beberap aturan yang dibuat Thorndike berhubungan dengan pengajaran :

*
Perhatikan situasi peserta didik
*
Perhatikan respons yang diharapkan dari situasi tersebut
*
Ciptakan hubungan respons tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya
*
Situasi-situasi yang sama jangan diindahkan sekiranya memutuskan hubungan tersebut.
*
Buat hubungan sedemikian rupa sehingga menghasilkan perbuatan nyata dari peserta didik
*
Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
*
Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan di sekolah menurut Thorndike yaitu :

1.
Sesuaikan dengan teorinya, dan sekolah harus mempunyai tujuan yang jelas.
2.
Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pengajaran harus dibagi menurut unit-unit, sehingga guru bisa memanipulasi bermacam-macam situasi misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan sebagainya
3.
Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana hingga yang kompleks
4.
Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam hubungan menentukan “apa yang menyenangkan bagi siswa“, oleh karena tingkah laku ditentukan oleh “eksternal reward” dan bukan oleh “intrinsic motivation”.
5.
Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan respons yang benar terhadap stimulus
6.
Respons yang salah harus segera diperbaiki agar tidak diulang kembali, ujian harus dilaksanakan secara teratur dan merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar telah sesuai dengan tujuan.
7.
Memberi masalah yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
8.
Bila siswa belajar secara baik, segera diberi hadiah (bisa berupa pujian, nilai bagus atau hadiah berupa barang), tetapi bila siswa berbuat salah harus segera ditegur atau diperbaiki agar tidak diulangi kembali.
9.
Pendidikan yang baik adalah pelajaran yang didapat di sekolah oleh peserta didik dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau “pelajaran berbasis kenyataan”

Angket Kriteria Seorang Guru

Pada setiap diri seseorang pasti memiliki kriteria masing-masing dalam menyampaikan sesuatu terhadap orang lain,hal ini terbukti selama saya dididik oleh salah satu guru SMA saya.Beliau memiliki kriteria yang baik juga yang buruk,diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Kriteria yang Baik
Memotivasi:Selalu ada perubahan dalam diri hidup saya setelah selesai belajar dengannya
SerSan:Santai namun serius dalam belajar mengajar
Bijaksana:Menghargai setiap pendapat Muridnya
Tegas:Tegas dalam berbicara
Penyayang dan Penuh Persahabatan.
2.Kriteria yang Buruk
Judes:jarang senyum pada siswa
Pilih kasih:Memihak pada yang lebih pintar
Galak:Sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah dalam menghukum siswa
Tiwek:maksudnya Ngerti Dewek,materi yang disampaikan sulit dimengerti oleh siswa
Cuek:Masa bodo terhadap masalah siswa
Jawaban Tugas Penyakit Hati:
1.Istilah Penyakit Hati dan Survive dari Bisikan Syetan:
Macam-macam Penyakit Hati:

1.Iri Hati

Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran agama adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.

2. Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.

3. Hasut / Hasud / Provokasi
Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.

4. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.

5. Buruk Sangka
Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.


Survive Penyakit Hati dari Bisikan Syetan:

sholat merupakan amal ibadah yang sudah sangat sering kita laksanakan setiap hari9yang merupakan salah satu alternatif terhindarnya dari timbulnya penyakit hati). Akan tetapi, seiring dengan seringnya kita melaksanakan ibadah tersebut pernahkan kita merasahan hati yang tentram dan tenang saat melaksanakannya maupun seusai itu? Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan untuk mencapai ketentraman hati sebagai atsar dari sholat yang kita lakukan.

Ikhlas

Hendaknya seseorang memiliki sifat ikhlas dalam melaksanakan sholat, karena kecintaannya kepada Allah, mengharap ridlo-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dia melaksanakannya bukan karena tendensi kepentingan dunia, akan tetapi semata-mata karena mengharap ridlo dan cinta Allah, takut pada azab-Nya, dan mengharap ampunan dan pahala dari-Nya.

IAdapun rintangan dalam melaksanakan keihlasan adalah rintangan yang sulit diatasi, akan tetapi dengan keihlasan akan diperoleh sesuatu yang diinginkan, dan memberi manfaat yang sangat besar.

Ketulusan dan Kemurnian cinta kepada Allah

Dilakukan dengan cara mengosongkan hati dan memusatkan perhatian untuk menghadap Allah dan melaksanakan sholat dengan sebaik-baiknya serta menyempurnakannya baik lahir maupun batin sholat.

Sholat terbagi dalam bagian lahir dan batin. Bagian lahir adalah perbuatan yang nampak dan ucapan yang terdengar, sedang bagian batinnya adalah kekhusyu'an, muroqobah dan pengosongan hati hanya untuk menghadap kepada Allah dengan sepenuh hati dan tidak berpaling kepada selain Dia. Hal ini berhubungan dengan keadaan ruh ketika sholat. Sedangkan perbuatan berhubungan dengan badan. Jika tidak terdapat ruh dalam sholat, laksana badan tanpa ruh. Tidakah seorang hamba malu menghadap Tuhannya dalam keadaan seperti ini?

Jika tiba waktu sholat seorang pencinta Tuhannya akan segara melaksanakan sholat dengan tulus untuk menyembah-Nya seperti ketulusan seorang pencinta yang benar-benar mencintai kekasihnya yang memintanya melakukan sesuatu.

Hal ini tidak cukup hanya dengan kesungguhan saja, tapi harus dengan mencurahkan semua kemampuan untuk memperbaiki, menghiasi, membenarkan, dan menyempurnakan dirinya untuk memperoleh posisi dihadapan kekasihnya, sehingga memperoleh ridlo-Nya, dan dan dekat dengan-nya. Jadi, apakah seorang hamba itu tidak malu kepada Tuhan, majikan dan Dzat yang disembahnya saat beramal melakukan dengan tidak benar. Padahal dia tahu bahwa orang yang mencintai Tuhannya senantiasa sibuk untuk memperbaiki dan menyempurnakan sholatnya, karena kecintaan mereka kepada sang Khalik.

Seorang pencinta Allah senantiasa mencintai makhluk Allah, akan tetapi dia lebih memilih mencintai Tuhannya. Seseorang yang mampu intropeksi diri dan tahu akan perbuatan-perbuatannya, dia akan malu mempersembahkan amalnya kepada Allah, atau untuk memohon ridlo-Nya dan dia akan tahu seandainya dia tergolong manusia yang mencintai Allah, niscaya Allah akan mencurahkan cinta-Nya dan senantiasa memberikan kebaikan kepadanya.

2.Uraian Salah Satu Penyakit hati Selain yang Tercantum di Atas serta Bagaimana Cara penyelesaiannya bagi Peserta Didik:

Angkuh dan Sombong merupakan salah satu penyakit hati yang akan menimbulkan seseorang menjadi lemah mental(minder).Adapun cara untuk terhindarnya dari penyakit tersebut adalah:

1. Dalam kegiatan belajar nengajarPeserta didik sebaiknya mendapatkan didikan ekstra tentang keagamaan

2.Peserta didik haruslah selalu di kompori oleh pendidik yang ada kaitanya dengan keagamaan

3.Sesering mungkin pendidik menghimbau kepada peserta didikannya untuk selalu berendah hati